Hi!Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji, menyebutkan, para peneliti terlambat melakukan penelitian terhadap kratom. Padahal menurutnya kratom dapat menjadi salah satu upaya untuk menyembuhkan pada terapi ketergantungan narkotika.
Hal tersebut disampaikan dia saat bertemu dengan 11 perwakilan Asosiasi Kratom Amerika Serikat yang datang ke Indonesia. Kedatangan mereka untuk memastikan dan meningkatkan kerja sama dengan seluruh petani kratom di Kalbar, sekaligus meningkatkan kerja sama Indonesia dengan Amerika, terkait ekspor kratom.
“Pasarnya kita ada. Barangnya ada. Kecuali 1 jenis zat adiktif ini, seluruh dunia menolak, seperti opium, itu boleh dilarang. Kemudian (terkait) narkotika, kratom ini justru untuk terapi ketergantungan pada narkotika. Artinya, kita terlambat melakukan penelitian, tiba-tiba melarang, hanya melihat dari satu sisi,” kata Sutarmidji, Minggu, 14 Agustus 2022.
Sebagai informasi, tumbuhan kratom saat ini tengah menjadi primadona masyarakat Kalimantan Barat. Banyak permintaan dari Eropa dan Amerika. Namun di dalam negeri, BNN telah memasukkan tumbuhan kratom yang mempunyai nama latin Mitragyna speciosa (dari keluarga Rubiaceae) ini, ke daftar New Psychoactive Substances (NPS) dan dilarang peredarannya pada 2023. Sementara itu, Kementerian Pertanian telah memasukkannya ke daftar tanaman obat.
Baca Juga
Senator Amerika Serikat Siap Bangun Pabrik Pengolahan Kratom di Kapuas Hulu
Pada kesempatan tersebut, Sutarmidji mengatakan, bahwa kratom sendiri memiliki zat adiktif, 4 sampai 8 kali lebih tinggi daripada ganja. Namun kratom tidak membuat halusinasi.
“Zat adiktif ini berbahaya, tapi tidak semua zat itu terdiri sendiri. Dia bisa hilang, ketika bertemu dengan zat lain itu. Kratom yang 8 kali lebih tinggi zat adiktifnya itu tidak berhalusinasi. Artinya apa? Ada zat di dalam kratom, senyawa itu, ketika bertemu dengan senyawa atau zat yang lain di tubuh, dia jadi netral. Cuma saya bukan peneliti itu,” ungkapnya.
Sutarmidji menyebutkan, para peneliti terlambat melakukan penelitian, justru kratom di Amerika menjadi produk untuk terapi bagi orang yang kecanduan narkotika.
“Kita ini punya pasar, kenapa kita tidak manfaatkan. Beda ya. Okelah kratom mengandung zar adiktif (lebih tinggi) dibanding ganja, tapi tidak membuat halusinasi. Manfaatnya, dia adalah tanaman jenis obat. Kita pikir, bagaimana ekonomi masyarakat dalam kondisi sekarang. Kalau saya, tata niaga, supaya laku usaha kita,” terangnya.
Sutarmidji optimis, kratom ini tidak dilarang di tahun 2023, sampai ada solusi pengganti perekonomian masyarakat. Ia juga berharap agar kratom ini dapat ditataniagakan dengan baik.
“Saya optimis kratom ini tidak dilarang di tahun 2023, sampai ada solusinya. Tata niaga satu pintu. Tapi jangan dipermainkan harganya. Harus ditataniagakan dengan benar, apalagi sekarang SK Menteri Pertanian kratom itu (masuk) tanaman jenis obat. Penelitian-penelitian itu yang penting dibutuhkan, agar hasilnya valid, tidak sekadar ini itu. Liat manfaatnya saja dulu,” tukasnya.