Hi!Ketapang – Sebanyak 748 orang di Kabupaten Ketapang mengalami gangguan jiwa berat atau Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Hal tersebut sesuai data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ketapang hingga Mei 2022.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ketapang, melalui Sub Koordinator Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa, Dina Zakiah, mengatakan, 748 ODGJ itu tersebar di berbagai kecamatan yang ada di Ketapang.
Dina melanjutkan, kalau faktor keluarga menjadi satu di antara penyebab utama ODGJ terlambat ditangani, lantaran kebanyakan ODGJ baru menjalani pengobatan setelah kondisi parah.
“Penyebabnya, karena masih banyak masyarakat yang merasa malu jika anggota keluarga mereka mengalami gangguan jiwa,” katanya.
Padahal, menurut Dina, penanganan rutin sejak dini, dapat membuat ODGJ sembuh. “Selama dua tahun ODGJ bisa sembuh. Bisa mandiri dan bekerja. Tapi jika pengobatan bolong-bolong, maka pasien ODGJ sulit disembuhkan secara total, dan mesti minum obat seumur hidupnya,” jelasnya.
Dina menambahkan, penanganan ODGJ di tahap awal oleh keluarga, sebenarnya cukup mudah. Bisa dengan segera mengkonsultasikan ke dokter di Puskesmas jika melihat adanya perubahan perilaku yang tidak biasanya dari seseorang, seperti cemas dan depresi.
“Saat ini, dokter-dokter Puskesmas telah mendapat pelatihan untuk dapat mendeteksi ODGJ. Jadi, peran keluarga dan lingkungan sangat penting dalam pendeteksian awal ODGJ dan mau berdiskusi dengan Puskesmas,” tuturnya.
Dina mengaku, kalau peran keluarga menjadi penting dalam mendisiplinkam penderita meminum obat tablet atau pemberian suntikan, terlebih pengobatan di Puskesmas dilakukan secara gratis, baik terhadap pasien yang memiliki BPJS maupun tidak.
“Untuk memperluas jangkauan pelayanan, Dinas Kesehatan akan melakukan skrining kesehatan jiwa dengan Google. Memperluas jangkauan riil mereka, juga membentuk kader kesehatan di setiap desa, dan saat ini telah terdapat di enam Puskesmas yang memiliki alat yang dapat mendeteksi tingkat stress- HRV,” tukasnya.